Jumat, 20 April 2012

Bertaqwa Di manapun Anda Berada


Rasulullah SAW bersabda, "Bertaqwalah kepada Allah di manapun kamu berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya (perbuatan baik) itu akan menghapuskannya. Dan pergauilah manusia dengan akhlaq yang baik" (HR. Tirmidzi).

Salah satu nilai penting dalam ibadah puasa, juga ibadah yang lainnya, adalah untuk mendidik pribadi muslim yang sempurna iman dan taqwanya. Shalat misalnya untuk mencegah dari perbuatan keji dan munkar, pada akhirnya untuk meraih taqwa. Karena muttaqin adalah orang yang bila bersalah segera mohon ampun dan bertaubat (Ali Imran: 133). Zakat berfungsi untuk menyucikan jiwa, dan jiwa bersih itu juga yang mampu merealisir nilai-nilai taqwa dalam sanubarinya. Haji adalah pengorbanan seorang muslim dengan melalui tahapan yang panjang, sesungguhnya juga memiliki "pintu taqwa" apabila dipahami dengan baik. Karena salah satu pesan haji adalah; "watazawwaduu fa-inna khaira zaadit-taqwaa... berbekalah dengan sebaik-baik bekal adalah taqwa". Dalam kaitan ibadah haji, bekal terbaik yang harus dimiliki oleh seorang muslim -disamping bekal-bekal fisik, materi, prasarana_ adalah bekal taqwa.

Untuk itu taqwa adalah kondisi yang harus selalu menyatu dalam diri setiap muslim, di manapun ia berada, dalam kedudukan sebagai apa atau siapapun.

Dari hadits di atas jelas bahwa Allah memerintahkan kita untuk bertaqwa, selamanya. Yakni taqwa yang hakiki, bukan hanya hiasan bibir atau pemanis kata dalam khutbah, akan tetapi taqwa yang terwujud dalam kenyataan.

Saat di kantor taqwa juga ikut hadir mengawasi kerja kita, untuk menghindarkan dari berbagai penyelewengan, korupsi, kolusi, selingkuh, dan sebagainya. 

Nilai kedua hadits ini adalah bahwa perbuatan baik akan dapat menghapus berbagai kejelekan. Artinya amal akan dapat menghapus kejelekan. Artinya amal shalih kita merupakan penghapus dosa-dosa kita. Di dalam Al-Qur'an ditegaskan bahwa, "innal hasanaata yudzhibnas-sayyiaat... sesungguhnya kebaikan dapat menghilangkan kejelekan". (Hud:14).

Dalam amaliyah orang shalih terdahulu nilai lazim disebut mu'aqabah, yakni menghukum diri dengan amal-amal shalih manakala dirinya terjerumus dalam kelalaian. Umar misal, yang tertinggal jamaah shalat asar gara-gara meninjau kebunnya, segera menginfaqkan kebunnya sebagai hukuman atas kelalaian dirinya tidak ikut berjamaah shalat asar. Dalam era sekarang dapat pula kita terapkan, misalnya bila lalai tidak shalat jamaah kita tebus dengan tilawah sekian juz atau dengan infaq sekian ribu rupiah atau kalau sekarang sekian dollar.

Tapi juga harus diingat bahwa kejelekan juga dapat menghapus kebaikan. Ujub dan riya' dapat menghapus amal shalih. Menyebut-nyebut infaq, shadaqah juga dapat menghanguskan pahala shadaqah. Mengungkit-ngungkit kebaikan kita terhadap orang yang beri "kebaikan" juga akan menghilangkan amal kita. Dan puncaknya kesyirikan akan menghancurleburkan seluruh amal disisi Allah, tiada tersisa sedikitpun. Dalam sebuah pepatah hikmah dikatakan, "sesungguhnya kejelekan dapat menghapus kebaikan seperti cuka merusak madu".

Nilai ketiga dari hadits ini agar setiap muslim mempergauli seluruh manusia dengan akhlaq yang baik, hatta terhadap orang yang kafir, musyrik atau sejahat apapun. Mengapa? Bila diibaratkan orang kafir yang berbuat dosa seperti seorang yang menyalakan api, maka untuk menyikapinya tidak kita beri api juga, tetapi mestinya kita siram dengan air agar api tersebut padam. Karena api tak akan dapat memadamkan api. Contoh lain dalam Al-Qur'an adalah ketika orang tua menyuruh anaknya berbuat syirik, maka anak harus menolaknya dengan cara yang baik dan tetap mempergauli mereka dengan baik di dunia. Adapun di akhirat urusannya kembali kepada Allah.
Dalam masalah pergaulan ini ada beberapa prinsip yang dapat dipegang diantaranya:

"Yakhtalituuna walakin yatayyazuun... kita bergaul dengan mereka tetapi tetap menjaga karakter pribadi kita sebagai mukmin".

"Pergaulilah orang mukmin dengan hatimu, dan pergaulilah orang jahat dengan akhlaqmu...". Artinya kita sesama muslim-mukmin harus menjadikan diri kita bagian dari mukmin lainnya, menyatukan hati,pikiran dan perasaan dalam jalinan ukhuwah islamiyah. Sedangkan dengan orang jahat kita menampilkan keteladanan akhlaq kita sebagai muslim yang memegang prinsip keislaman.

Mari kita bersama-sama sebaik mungkin melaksanakannya dalam kehidupan kita sehari-hari.

Wallahu'alam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar