beberapa orang menafsirkan makna hadis tersebut dengan bahwa di negeri china terdapat banyak ilmu, tapi apabila kita cermati lebih lanjut semantik dari kalimat hadis tersebut maka justru menunjukkan sebaliknya. sebenarnya detail maknawi dari hadis tersebut bukan: "belajarlah atau carilah ilmu sampai ke negeri China." seperti yang sering dimaknai orang.

Hadis ini akan membingungkan jika tidak secara cermat ditelusuri makna semantik kalimatnya,karena pada kenyataannya tidak ada seorangpun ilmuwan Islam yang pada masa keemasannya merupakan pusat-pusat keilmuwan dunia, (bahkan khasanah para ilmuwan islam merupakan landasan kemajuan ilmu pengetahuan modern saat ini) yang pernah belajar ke china.

Kalau kalimatnya ini ditafsirkan secara serampangan tanpa melihat detail semantiknya memang akan bermakna harfiah, yaitu bahwa orang-orang yang harus mengikuti perintah hadis ini (kaum muslimin) harus pergi ke negeri China, tentu dengan berbagai asumsi, seperti kemampuan melakukan perjalanan dan sebagainya.

tapi pada detail kalimat pada hadis yang benar sesungguhnya terdapat kata penghubung: 'walaupun' diantara 2 frase itu, jadi yang benar: "Carilah ilmu walaupun sampai ke negeri China." Kalau kalimatnya seperti ini maka frase "sampai ke negeri China" bermakna kiasan. Karena penekanan kata penghubung 'walaupun' terletak pada frase 'mencari ilmu' bukan pada frase 'sampai ke negeri China.'

Ilmu secara mandiri adalah kebenaran, dari segala sudut pandang mutlak tidak melihat kuantitasnya maupun kualitasnya adalah tetap sebuah kebenaran. Oleh karena itu ilmu walaupun sedikit, ataupun banyak sama saja, ataupun susah, tetap harus dicari. Misal disuatu tempat ilmu nyaris tidak ada, tapi keberadaannya ilmu yang sekedar nyaris di suatu tempat itu tetap harus/wajib dicari oleh orang2 yang merasa mengikuti perintah tersebut. Ini adalah sabda untuk memuliakan ilmu.

penggunaan kata walaupun sebagai kata penghubung menyebabkan pola kalimat tersebut adalah negasi penguat predikat pada frase pada suatu sisi akan menegasi frase opositnya, oleh karena itu apabila hadis tersebut berfungsi sebagai penguat, dimana ilmu adalah hal yang dikuatkan, ditekankan, maka frase opositnya atau frase diseberangnya seharusnya yaitu "sampai ke negeri china" seharusnya justru lemah dalam hal kualitas maupun kuantitas ilmu. oleh karena itu jika tempat yang diperintahkan oleh rasulullah untuk mencari ilmu tersebut minim ilmu atau tempat yang lebih sukar untuk mencari ilmu, maka justru ilmu itu sendiri akan lebih berarti mulia, hadis ini bertujuan menjelaskan betapa mulianya ilmu.

sebagai ilustrasi untuk lebih menjelaskan maknawi dari semantik hadis tersebut, dapat kita telusuri kalimat-kalimat dibawah ini sebagai ilustrasi, semoga bisa dimengerti maksud isi nya:

1. Belajarlah walaupun ke Negeri yg jauh (karena posisi sedang di daerah jauh dari negara yg dimaksud), maka jawabnya adalah misalnya salah satunya adalah negara norwegia, atau afrika selatan

2. Belajarlah walaupun ke Negeri yg belum maju atau negara yg masih berkembang, misalnya negara ethiopia, nepal, Philiphine.. dll..

3. Belajarlah walaupun ke Negri yg sudah MAJU, misalnya negara Jepang, Singapore, dll..

pada point ke 3 disini agak janggal jika menggunakan kata "walaupun", semoga dpt dimengerti maksud dibalik kata tsbt.

oleh karena itu makna hadis tersebut akan lebih bermakna, dalam arti akan lebih memuliakan makna dari ilmu seperti yang dimaksud oleh Rasulullah apabila contoh yang diambil oleh rasulullah adalah daerah-daerah yang justru minim ilmunya, atau daerah-daerah yang sukar untuk mencari ilmu. maka apabila kita memaknai hadis tersebut sesuai dengan makna semantiknya, maka di china pada masa nabi justru merupakan tempat yang:
1) sukar untuk mencari ilmu, atau
2) nyaris tidak ada ilmunya, atau
3) tempat yang apabila dibandingkan dengan tempat lain di muka bumi ini, maka tempat tersebut paling sedikit ilmunya.

Secara wujud, ilmu adalah suatu bentuk abstrak dari keberadaan jiwa dan ruh manusia, atau makhluk yang telah mendekati tingkat manusia seperti malaikat, jin dan setan. Pada makhluk-makhluk tersebutlah ilmu dapat ditampung. Oleh karena itu makna tempat agak rancu jika diterapkan pada ilmu. Oleh karena itu maka maksud dari hadis Rasulullah tentang ilmu tersebut pastilah berkenaan dengan kondisi psikologis manusia secara umum yang menempati wilayah tersebut. maka hadis tersebut akan bermakna memuliakan ilmu jika satu, dua atau tiga dari kemungkinan tiga keadaan terpenuhi, yaitu:
1) bahwa karakter orang-orang china secara umum adalah suka merahasiakan informasi atau ilmu atau pengetahuan tertentu sehingga sukar bagi orang luar untuk mendapatkan ilmu dari mereka. Atau dengan kata lain mereka pelit terhadap ilmu.
2) bahwa orang-orang china secara umum nyaris tidak berilmu
3) bahwa diantara bangsa-bangsa yang lainnya di seluruh muka bumi ini, maka secara umum orang china relatif adalah yang paling tidak berilmu diantara mereka.

sebenarnya, sedikit banyak beberapa karakter kemungkinan diatas dapat dijumpai pada kenyataan sebenarnya. pada yang pertama, orang china secara umum sukar membagi pengetahuannya. hal sudah nampak dari kegemaran mereka secara umum bermain rahasia-rahasiaan. juga pada masa feodal china banyak guru yang tidak memberikan semua ilmunya kepada muridnya, juga begitu susahnya seorang murid untuk mendapatkan ilmu dari seorang suhu.

pada yang kedua, orang china secara umum nyaris tidak berilmu. Seseorang tampak berilmu atau tidak sebenarnya tampak pada adabnya, atau akhlaknya. akhlak bukanlah sesuatu yang bisa diindera, tapi hikmah yang dapat ditangkap oleh hati manusia ketika ia mengikuti perilaku seseorang. Oleh karena itu dalam konteks sosial indikator keilmuan dalam konteks suatu bangsa adalah masalah keadilan dan hukum. Apabila kita melihat hal tersebut di negeri China pada masa Rasulullah, maka sukar kita dapat melihat keberberadabannya ketika melihat penegakan keadilan pada masa feodal china. Pada masa feodal china, seseorang yang dijatuhi vonis sebagai pengkhianat, maka penghuni satu rumahnya harus bersiap-siap menghadapi pedang pemenggal maut, karena mereka dikaitkan dengan pengkhianatan kepala keluarganya. Fenomena ini jelas menunjukkan ketiadaanya adab.

sebenarnya sampai saat sekarangpun boleh dikatakan perilaku penguasa sebagaimana pada masa feodal china masih berlaku. hukum jatuh dengan keras bagi rakyat kebanyakan china, tapi sepak terjang orang-orang yang menduduki posisi tinggi di partai komunis china, dan kerabat dekat pejuang komunis china nyaris tidak terendus oleh hukum.

pada yang ketiga, secara umum apabila dibandingkan dengan bangsa lain di dunia maka bangsa china adalah yang paling tidak berilmu diantara mereka. hal ini justru nampak sangat mencolok pada masa sekarang. Yaitu masalah kegemaran bangsa china untuk menjiplak segala penemuan orang lain. menjiplak disamping sebenarnya melanggar hukum, atau adab pergaulan kemanusiaan, juga sebenarnya merugikan dirinya sendiri. karena kegemaran menjiplak menandakan lemahnya semangat penemuan. karena kegemaran berlarut-larut dalam hal menjiplak, maka menyebabkan bangsa tersebut cukup puas dengan kualitas hasil jiplakannya sama dengan yang asli, akhirnya daya kreasinya akan macet. Semua bangsa dan orang dapat maju jika kemajuan tersebut diperoleh dengan cara menjiplak.

Kemudian yang paling penting lagi adalah bahwa menjiplak merupakan indikasi ketiadaan ilmu pada diri si penjiplak. inovasi timbul karena adanya dorongan atau potensi untuk memenuhi kebutuhan material di kehidupan sementara ini. dorongan tersebut akan bisa teraktualisasi dengan penemuan jika diantara keduanya terdapat gerak substansial yaitu intelektual yang mampu menghubungkan antara kesadaran kognitif dan kesadaran manusia. Atau dengan kata lain dibutuhkan ilmu untuk mengaktualkan potensi pada diri manusia. Oleh karena itu seharusnya inovasi adalah suatu hal yang fitrah pada diri manusia seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia itu sendiri, jika manusia tersebut mempunyai bekal untuk mengaktualisasikan potensinya, dalam hal ini bekal tersebut adalah ilmu. Inilah yang disebut dengan ibadah, (manusia yang mampu mengaktualkan potensi dalam dirinya). Jika manusia tidak berinovasi sedangkan kebutuhan hidupnya jelas selalu akan meningkat maka hal ini menunjukkan ketiadaan kepercayaan diri untuk mengaktualkan potensi atau dorongannya. Kepercayaan diri untuk mengaktualkan potensi atau dorongan tersebut ditumbuhkan karena keberadaan adanya bekal untuk mengaktualkannya, dalam hal ini adalah ilmu. Orang yang sedikit ilmunya akan selalu ragu-ragu, dalam memulai sesuatu hal yang baru yang belum pernah dialaminya. Suatu hal ang baru akan tampak sebagai resiko bagi dirinya. Oleh karena itu ia lebih suka menjiplaknya dari suatu hal yang telah dikerjakan oleh orang lain karena menurutnya hal tersebut akan meminimalisir resikonya.


Hadis ini secara tidak langsung dapat kita masukkan sebagai mujizat karena menunjukkan kepada kita bukti kenabian Rasulullah Muhammad. Dimana pada hadis ini beliau telah menunjukkan pada kita gambaran masa depan. gambaran masa depan mengenai keadaan psikologis secara umum suatu bangsa yang mana kesempurnaan pembuktiannya, khususnya yang berkenaan dengan kasus kegemaran menjiplak, yang mana 'trend' ini baru muncul di masa depan pada kisaran dua abad di belakang ini.